Review
Jurnal “PERSEPSI AKUNTAN PRIA DAN AKUNTAN
WANITA TERHADAP ETIKA BISNIS DAN ETIKA
PROFESI AKUNTAN PADA LINGKUNGAN KANTOR”
Mata Kuliah
“ETIKA DAN LINGKUNGAN BISNIS”
OLEH
:
MAKMUR SYAM
STB. B2B1 14 005
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014
Abstrak
The issue of
ethics applies to all genders, male and female, professional ethics is an issue
that's always interesting without ethical accountant will not be there because
the accounting function is a provider of information for business decision
making process by the business person. Business is expected to have a high
competence and integrity (Abdullah and Halim, 2002). Various violations of
ethics has a lot going on at this time conducted by the accountant in both the
national and international levels. In Indonesia issue is growing along with the
good ethics violations committed by public accounting, government accounting
and internal accounting. In 2002 the offense struck banks in Indonesia many
banks that otherwise healthy unconditionally by the public accountant on audit
of the financial statements the accounting standards based banking Indonesia
turns out most of the bank's unhealthy condition (Jaka, 2003). Cases of bribery
conducted ole.
Kata kunci : akuntansi, etika profesi akuntan
PENDAHULUAN
Perkembangan
dunia bisnis mendorong munculnya pelaku bisnis baru yang menimbulkan
persaiangan cukup tajam di dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis pada umumnya
bertujuan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya agar dapat meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang
untuk mencapai tujuan itu sering segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun
pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai
dimensi moral dan etika dari bisnis.
Meningkatnya
persaingan dan perubahan global, profesi akuntan pada saat ini dan masa
mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat, sehingga dalam menjalankan
aktivitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu meningkatkan
profesionalismenya. Ada tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota
profesi dalam mewujudkan profesionalisme yaitu keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter (Ludigdo & Machfoedz, 1999). Karakter merupakan personality seorang
profesional, yang dapat diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan
perilaku etis akuntan akan sangat mempengaruhi posisinya dimasyarakat pemakai
jasanya.
Masalah
etika berlaku untuk semua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, etika profesi
merupakan suatu isu yang selalu menarik tanpa etika profesi akuntan tidak akan
ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan
keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan
mempunyai integritas dan kompetensi yang tinggi (Abdullah dan Halim, 2002).
Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saat ini yang dilakukan oleh
akuntan baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia issue ini
berkembang seiring dengan terjadinya pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh
akuntan publik, akuntan intern maupun akuntan pemerintah. Pada tahun 2002
pelanggaran yang melanda perbankan di Indonesia banyak bank-bank yang
dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan
keuangan berdasar standar akuntansi perbankan Indonesia ternyata sebagian besar
bank kondisinya tidak sehat (Jaka, 2003). Kasus penyuapan yang dilakukan oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada akuntan pemerintah (BPKP) di tahun 2005.
FENOMENA EMPIRIS
Beberapa
penelitian telah menguji secara empiris tentang persepsi etika diantara
berbagai kelompok akuntan. Ludigdo (1999) menemukan ada perbedaan persepsi
tentang etika yang signifikan diantara berbagai kelompok akuntan. Sedangkan
penelitian Sriwahyoeni dan Gudono (2000) menemukan bahwa tidak ada perbedaan
antara akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika sebaliknya penelitian
Jaka (2003) menemukan adanya perbedaan antara akuntan pria dan akuntan wanita
terhadap etika bisnis.
Etika
profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode
Etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat
dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI.
Kode Etik adalah norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan
kliennya, antara akuntan dengan sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat
(Sriwahjoeni, 2000). Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik yaitu: pertama
kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh
kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional.
Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari
perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional
(Keraf, 1998).
Kode Etik
Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (prosiding
kongres VIII, 1998) yaitu:
1. Kode Etik Umum, terdiri dari 8 prinsip etika
profesi yang merupakan landasan perilaku etika professional, memberikan
kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa
professional oleh anggota yang meliputi: tanggungjawab profesi, kepentingan
umum, integritas, obyektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesionalnya,
kerahasiaan, perilaku professional dan standar teknis.
2. Kode Etik
Akuntan Kompartemen, kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh rapat anggota
kompartemen den mengikat seluruh anggota kompartemen yang bersangkutan
3. Interpretasi kode etik akuntan kompartemen,
interpretasi ini merupakan panduan penerapan kode etik akuntan kompartemen
4. Pernyataan etika profesi yang berlaku saat itu
dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya
aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya
Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan
Indonesia pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “setiap anggota harus selalu
mempertahankan integritas dan oyektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan
mempertahankan obyetifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi
tekanan/permintaan pihak tertentu/kepentingan pribadinya”.
PENELITIAN TERDAHULU
Khazanchi
(1995) mengatakan bahwa antara jenis kelamin dengan etika terdapat hubungan
yang signifikan, penemuan ini bertolak belakang dengan Sikula dan Costa (dalam
Murtanto, 2003) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan etika. Murtanto dan Marini (2003) meneliti tentang persepsi
etika bisnis dan etika profesi akuntan diantara akuntan pria, akuntan wanita,
mahasiswa, dan mahasiswi dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis
dan etika profesi akuntan. Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak
ada perbedaan yang signifikan untuk etika profesi akuntan , namun untuk etika
bisnis ada perbedaan persepsi antara mahasiswa dan mahasiswi Ludigdo, (1999)
juga menemukan hal yang sama bahwa jenis kelamin tidak mempunyai pengaruh
terhadap etika bisnis.
Machfoed
(1999) menyatakan bahwa ada perbedaan persepsi tentang kode etik bisnis
diantara kelompok akuntan. Sriwahjoeni (2000), dan Jaka (2003) hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan
diantara kelompok akuntan. Dalam penelitiannya juga mengunkapkan bahwa diantara
kelompok profesi akuntan tersebut mempunyai persepsi yang sama positifnya
terhadap kode etik. Penelitian Destriani (1993) mengenai persepsi akuntan
publik terhadap kode etik akuntan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi
yang signifikan antara kelompok akuntan publik terhadap kode etik akuntan.
Berdasarkan dari hasil tinjauan
penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan sdebagai berikut:
H1 :Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan
wanita terhadap etika bisnis.
H2 : Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan
wanita terhadap etika profesi akuntan
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi
penelitian ini adalah akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan pemerintah dan
akuntan perusahaan di wilayah Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel adalah proposive
random sampling sehingga masing-masing kelompok profesi akuntan
dijadikan sampel secara proporsional dan acak. Jumlah sampel yang diambil
minimal 30 (Masri Singarimbun, 1995). Sekaran (1992) mengatakan jumlah sampel
lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 pada kebanyakan penelitian sudah
terwakili dan jika sampel di bagi kedalam sub sampel maka setiap
kategori diperlukan minimum 30 sampel. Sedangkan sampel pada penelitian
ini mengambil sampel 30 pada masing-masing kelompok profesi.
Alat analisis Data
Untuk menguji Hipotesa digunakan
alat statistik dengan bantuan program computer software SPSS 12.0 for
windows sebagai berikut: Untuk menguji H1 dan H2 dilakukan dengan
menggunakan alat analisis statistik Mann-Whitney U test karena
sampel yang diuji terdiri dari dua kelompok yang saling independen (sampel
akuntan pria dan akuntan wanita) dan bertujuan untuk mengetahui terdapat atau
tidaknya perbedaan persepsi diantara kelompok sampel. Digunakan juga
perhitungan rata-rata (mean) dari persepsi responden untuk
masing-masing pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui persepsi mana yang
lebih baik diantara kelompok sampel yang diuji.
HASIL & PEMBAHASAN
Data Penelitian
Kuesioner
disampaikan kepada staf pengajar pada perguruan tinggi baik perguruan tinggi
negeri (PTN| maupun perguruan tinggi swasta (PTS) yang ada di wilayah Kota
Semarang, Akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik (KAP) yang telah
memiliki pengalaman mengaudit dua tahun, Akuntan yang bekerja di badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) wilayah Semarang yang telah memiliki pengalaman
mengaudit diatas dua tahun dan Akuntan yang bekerja diperusahaan yang telah
memiliki pengalaman bekerja diatas dua tahun di wilayah Kota Semarang.
Rincian
penyampaian dan pengembalian kuesioner menunjukkan tingkat pengembalian
kuesioner keseluruhan (69,23%) dan tingkat pengembalian kuesioner yang dapat
digunakan (46,15%).
Uji Kualitas Data
Uji
reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach’s alpha dari
masing-masing instrumen dalam suatu variabel. Instrumen yang dipakai dalam
variabel tersebut dikatakan andal (reliable) apabila memiliki cronbach’s
alpha lebih dari 0,60 (Nunnaly, 1978 dalam andal (reliable) apabila
memiliki cronbach’s alpha lebih dari 0,60 (Nunnaly, 1978 dalam Ghozali,
2005). Sedangkan pada pengujian validitas dengan uji homogenitas data dengan
melakukan uji korelasional antara skor masing-masing butir dengan skor total (Pearson
Correlation) harus menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada
level 0,01sampai dengan 0,05. Hasil pengujian reliabilitas dan validitas data dirangkum dalam tabel 5.4 berikut:
Tabel 2 menunjukkan tingkat
konsistensi dan akurasi yang cukup baik. Pada uji konsistensi internal
koefisien Cronbach’s Alpha menunjukkan tidak ada koefisien yang kurang
dari nilai batas minimal 0,60 (Hair et al. 1998). Sedangkan pada pengujian
validitas dengan uji homogenitas data dengan uji korelasional antara skor
masing-masing item dengan skor total (Pearson Correlations) menunjukkan
korelasi yang positif dan signifikan pada tingkat 0,01.
Sebelum data yang diperoleh diolah
untuk dianalisis lebih lanjut, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.
Dari tampilan uji K-S, nilai signifikansi masing-masing variabel diatas 0.05,
artinya masing-masing variabel terdistribusi secara normal. Hasil uji lebih
lanjut untuk persepsi terhadap etika bisnis dan etika profesi disajikan dalam
tabel 3.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang
perlu diperhatikan untuk penelitian berikutnya, yaitu penggunaan kuisioner
dalam pengumpulan data mengenai pengaruh profesionalisme, pengetahuan auditor
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika bisnis terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan mungkin
akan berbeda apabila data diperoleh melalui penyampaian tatap muka langsung
terhadap responden.
Kedua, penelitian ini hanya menguji pengaruh
profesionalisme, pengetahuan akuntan pria dan
wanita dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Terakhir, pemilihan
sampel dengan menggunakan teknik convinience sampling karena kemudahan
dalam mendapatkan sampel sehingga kurang merepresentasikan populasi. Selain
itu, pemilihan sampel yang hanya berlokasi di Semarang mudah
dijangkau kemungkinan akan memberikan kesimpulan yang tidak dapat digeneralisasi untuk lokasi lainnya.
Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah (1) menyebarkan kuisioner
dengan metoda wawancara atau terlibat tatap muka langsung dengan responden; (2)
variabel penelitian dapat dikembangkan dengan menambah variabel lain mengenai
kualitas audit, pengalaman akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan untuk
menunjukkan apakah terdapat PERSEPSI AKUNTAN PRIA DAN AKUNTAN WANITA
TERHADAP ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN dengan
menggunakan sampel KAP Big Four dan Non Big Four; dan (3)
menambah jumlah sampel dan memperluas lokasi pengambilan sampel tidak hanya di Semarang saja.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil uji Independent-Samples T Test dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dengan akuntan
wanita terhadap etika bisnis. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang
lebih besar dari 0,05 (sign 0,162). Tetapi terdapat kecenderungan bahwa akuntan
wanita mempunyai persepsi terhadap etika bisnis cenderung lebih baik dibanding
dengan akuntan pria. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ludigdo (1999) serta Murtanto dan Marini (2003) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pria dan akuntan wanita
terhadap etika bisnis.
Berdasarkan
hasil uji Independent-Samples T Test dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dengan akuntan
wanita terhadap etika profesi (sign 0,202). Tetapi terdapat kecenderungan bahwa
akuntan wanita mempunyai persepsi terhadap etika profesi cenderung lebih baik
dibanding dengan akuntan pria. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Martadi dan Suranta (2006) yang menyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pria dan akuntan wanita
terhadap etika profesi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cronin, Mary. Doing
More Business on acountan.
2nd ed. New York: Van Nostrand Reinhold. 1995.
2. Cronin,
Mary. Global Advantage on acountant.
New York: Van Nostrand Reinhold. 1996
3. Kasali,
Rhenald. “Peluang Pasar Bisnis
dan Bagaimana Menyiasatinya.” Makalah
Seminar Sukses Berbisnis di era Internet: Kiat Membangun Situs Web yang
Populer. Hyatt Regency, Surabaya. 2000.
4. O’Brien,
James A. Management Information System: Managing Information Technology in
the Internetworhed Enterprise, Fourth Edition, United States: Irwin Mc.Braw-Hill.
1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar